Sabtu, 12 Januari 2013

FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME


PRAGMATISME
2.1 Pengertian
       Pragmatisme dipandang sebagai filsafat amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatisme di amerika adalah Charles Sandre Peirce (1839-1914), William James (1842-1910), dan Jhon Dewey (1859-1952). Ketiga filosof tersebut berbeda, baik dalam metologi maupun dalam kesimpulannya. Pragmatisme Peirce dilandasi oleh fisika dan matematika, filsafat Dewey dilandasi oleh sains-sains sosial dan biologi, sedangkan pragmatisme James adalah Personal, psikologis, dan bahkan mungkin religius.
Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “Pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksundya bahwa makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.
Istilah lainnya yang dapat diberikan pada filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme, karena aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama manusia harus dianggaap sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan dan masalah dalam pendidikan. Intelegensi bukanlah tujuan, melainkan alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu instrumentalisme menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antra dan sementara yang merupakan alat untukmenvcapai tujuan berikutnya, termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. Kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan, maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya.
Dikatakan eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasrkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. Eksperimentalisme menyadari dan mempraktikkan bahwa asa eksperimen (percobaan ilmiah) merupakan alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori. Percobaan-percobaan tersebut akan membuktikan apakah suatu ide, teori, pandangan, benar atau tidak. Dengan percobaan itulah subjek memiliki pengalam nyata untuk mengerti suatu teori, suatu ilmu pengetahuan.
2.2 Realitas
Realitas dan dunia yang kita amati, tisdak bebas dari ide manusia dan sekaligus juga tidak terikat kepadanya. Realitas merupakan interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh manusia  mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah. Menurut Dewey manusia secara langsung mencari dan menghadapi suatu realita disini, dan sekarang, sebagai lingkungan hidup.
Hakekat realita adalah perubahan yang terjadi secara terus menerus dalam kehidupan di jagat raya ini. Teori ini dadasri pandangan Heracleitos (540-480 SM), seorang filosofi yunani, dengan teori yang disebut “Panta Rei”,artinya  mengalir secara terus menerus. Heracleitos berpendapat bahwa tidak ada sungai yang di aliri oleh air yang sama. Bagi pragmatisme tidak dikenal istilah metafisika, karena mereka tidak pernah memikirkan hakikat di balik realitas yang dialami dan diamati oleh panca indra menusia. Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara indrawi.
Manusia diopandang sebagai makhluk fisik sebagai hasil evolusi biologis, sosial, dan psikologis, karena manusia dalam keadaan terus menerus berkembang. Manusia hidup dalam keadaan “ menjadi” (be coming), secara terus menerus “ on goingness”. Manusia secara mendasar adalah plastis dan dspat berubah. Anak merupakan organisme yang aktif, secara terus menerus merekonstruksi dan menginterpetasi serta mereorganisasi, mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalamannya. Anak harus mempelajari hidup dalam komunitas individu-individu, bekerjasama dengan mereka, dan menyesuaikan diri secara cerdas terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan/kesenangan, keindahan, kekacauan, kebodohan, kegagalan hidup, dan sebagainya merupakan realita yang dihadapi manusia sampai ia mati. Pengalaman merupakan suatu perjuangan karena hidup sebenarnya adalah perubahan-perubahan itu sendiri.
          Menurut Noor Syam (1984), pengalam itu dinamis, temporal, spasial, dan prulalist.



a.     Pengalaman itu dinamis
Hidup itu selalu dinamis, menuntut penyesuaian secara terus-menerus dalam semua aspek kehidupan. Realita tersebut menuntut tindakan-tindakan dinamis yang bersifat alternatif-alternatif.
b.     Pengalaman itu temporal
Seperti halnya alam, kebudayaan pun mengalami perkembangan, mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Demikian juga selalu berubah, dari masa lampau ke masa sekarang, dan sampai ke masa yang akan datang. Pengalaman berawal, berlangsung dalam waktu, dan berakhir pula dalam waktu.
c.      Pengalaman itu spasial
Pengalaman terjadi di suatu tempat tertentu lingkungan kehidupan manusia.
d.     Pengalam itu prulalistis
Pengalaman itu terjadi seluas adanya antar hubungan dan antar aksi manusia dimana individu terlibat. Subjek yang mengalami pengalaman tersebut menangkapnya dengan seluruh kepribadiannya, dengan rasa, karsa, kikir, dan panca inderanya. Sehingga pengalaman itu bersifat prulalistis.

Tema pokok filsafat pragmatisme adalah :  
a.     Esensi realitas adalah perubahan
b.     Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial
c.      Relatifitas nilai
d.     Penggunaan intelegensi secara kritis.


Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia adalah ukuran segala- galanya “ ( men is measure of all thinks). Tujuan dan alat pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara terus menerus. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional dan ilmiah.





2.3Pengetahuan
Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan krebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan gtidak terppisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pengetahuan sebagai transaksi antara manusia dan lingkungannya, dan kebenaran merupakan bagian dari pengetahuan.  Pengalaman senantiasa berubah, maka akal tidak memerlukan pengetahuan yang tetap dan abadi. Apa yang dikatakan nyata adalah apa yang dapat dialami dalam pengalaman. Inti datri pengalaman adalah berupa masalah-masalah yang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu. Manusia dalam kehidupannya, baik individual maupun sosial, memerlukan alat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut yang selalu akan muncul, karena pengalaman pada dasrnya selalu berubah. Alat untuk memecahkan masalah tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tentatif atau hipotesis-hipotesis. Karena itulah, pragmatisme Dewey disebut instrumentalisme.
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan hidup. Dibalik semua gambaran berfikir terdapat tujuan tertentu untuk memajukan dn memperkaya kehjidupan, walaupun kita tidak menyadarinya. Semua kebenaran mengandung watak fagmatis. Dalam arti dapat mengabdi pada tujuan-tujuan tertentu dari alam dan pengalaman manusia, dan akan bernilai apabila dihubungkan dengan tujuan-tujuan tersebut. Jadi, nilai pengetahuan manusia harus di nilai dan di ukur dengan kehidupan praktis. Menurut James, tidak ada ukuran untuk menilai kebenaran absolut. Benar atau palsunya fikiran akanterbukti di dalam penggunaannya dalam praktis, dan tergantung dari berhasil atau tidaknya tindakan tersebut.
          Pengetahuan yhang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi uyang menyenangkan. Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika di uji secara objektif dan ilmiah. Secara khusus pragmatisme mengemukakan bahwa ide yang benar tergantung kepada konsekuensi-konsekuensi yang di observasi secra objektif, dan ide tersebut operasional.
          Teori kebenaran merupakan alat yang kita pergunakan untuk memecahkan masalah dalam pengalaman kita.  Oleh karena itu, suatu teori harus dinilai dalam pengertian mengenai keberhasilannya menjalankan fumgsinya. Jadi, menurut pragmatisme, suatu teori itu benar apabila berfungsi. Kebenaran bukan sesuatu yang statis, melainkan tumbuh berkembang dari waktu kewaktu.
          Menurut James (Harun Hadiwijono,1980), tidak ada kebenaran mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, lepas dari akal pikiran yang mengetahui. Pengalam kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam pengalaman senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi, oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak yang ada hanya kebenaran-kebenaran, yaitu kebenaran yang ada dalam pengalaman yang khusus, yang setiap saat dapat diubah oleh pengalam berikutnya.
          Pragmatisme juga berpandangan bahwa metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan. Kita mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan pemecahan masalah. Intelegensi mengajukan hipotesis untuk memecahkannya. Hipotesis yang mampu memecahkan mmasalah secara gemilang adalah hipotesis yang menjelaskan fakta-fakta dari masalah tersebut.
          Untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan perorangan yang paing penting, diharapkan menetapkan logika sains pada pengalaman yang problematis. Menutur john dewey, yang dikemukakakn oleh waini rasyidin (1992 : 144), dalam menerapakan konsep pragmatisme secara eksperimental dalam memecahkan masalah hendaknya melalui 5 tahapan yaitu :
Langkah ke-1 : Indeterminate situation, timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
Langkah ke-2 : Diagnosis, artinya timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan faktor-faktor yang di duga menyebabkan timbulnya masalah.
Langkah ke-3 :  Hypothesis, artinya ada upaya menemukan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah, dengan jalan mengerahkan pengumpulan informasi yang penting-penting.
Langkah ke-4 : Hypothesis testing, yaitu pelaksanaan berbagai hipotesis yang paling relevan secara teoritis untuk membandingkan implikasi masing-masing kalo di praktikan.
Langkah ke-5 : Evaluation, artinya mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan, yaitu dalam kaitan dengan masalah yang dirumuskan pada langkah ke-2 dan ke-3.
          Berdasarkan langkah-langkah di atas, dewey b erusaha menyusun teori yang logis yang tepat berdasarkan konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,  penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang beraneka ragam, dalam arti alternatif-alternatif. Menurut dewey, yang benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui oleh seua orang yang menyelidikinya.
          Selanjutnya pada bagian lain Dewey mengatakan bahwa, pengalaman merupakan suatu interaksi antara lingkungan dengan organisme biologis. Pengalaman manusia membentuk aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Kegiiatan berpikir timbul disebabakan karena adanya gangguan terhadap situasi (pengalaman) yang menimbulkan masalah bagi manusia (langkah ke-1 dan ke-2). Untuk memecahkan masalah tersebut di susun hipotesis sebagai bimbingan bagi tindakan berikutnya (langkah ke-3). Dewey menegaskan bahwa berpikir khususnya berpikir ilmiah merupakan alat  untuk memecahkan masalah. Itulah yang di sebut metode intelegen atau metode ilmiah .
          John Dewey dengan pandangannya yang di sebut intrumentalisme, barangkali merupakan pemikir yang sangat berpengaruh pada jamannya, sehingga dia sdapat memberi corak kebudayaan Amerika samapi sekarang dengan pandangan hidup pragmatis dan sistem demokrasinya. Ia mengembangkan sebuah teori pengetahuan dari sudut peranan biologis dan psikologis. Konsep-konsepnya merupakan bimbingan untuk mengarahkan kegiatan intelektual manusia ke arah masalah sosial yang timbul pada waktu itu,. Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang tidak ada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan meneliti serta mengolah pengalaman tersebut secara krikital. Penelitian berkaitan dengan penyusunan kembali pengalaman yang dilakukan dengan sengaja. Oleh karena itu, penelitian dengan penilaiannya merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan empiris.
          Implikasi teori epistemologi terhadap pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru harus menyusun situasi belajar di sekitar masalah khusus, yang pemecahannya di serahkan kepada siswa. Pemuda merupakan pelajar alami, karena secara alamiah mereka ingin tahu, ingin mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan di mana ia tinggal. Anak akan lebih banyak belajar dari apa yang mendorong dia untuk meneliti dan menarik perhatiannya. Guru harus memelihara keinginan atau dorongan anak untuk meneliti. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk (1) belajar apa yang ia ingin mengetahuinya (2) selalu ingin mengetahui yang berkaitan dengan pelajaran, seperti sains, bahasa,sejarah dan lain-lainnya.

2.4 Nilai
Pragmatisme melakukan pendekatan terhadap nilai secara empiris berdasarkan pengalaman nyata sehari-hari dalam kehidupan. Menurut pragmatisme nilai itu relatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebudayaan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti kita menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya. Jadi, pendekatan terhadapa nilai aslaah cara empiris berdasarkan pengalamna-pengalaman manusia, khususnya kehidupan sehari-hari. Pragmatisme tidak menaruh perhatian terhadap nilai-nilai yang tidak empiris, seperti nilai supranatural, nilai universal, bahkan termasuk nilai-nilai agama.
          Menurut pragmatisme kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki, nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai itu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah akan diadakan diskusi secara terbuka yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif.
          Nilai lahir dari keinginan, dorongan dan perasaaan serta kebiasaan manusia, sesuai dengan watak manusia sebagai kesatuan antara faktor-faktor biologis dan faktor sosial dalam diri dan kepribadiannya. Nilai merupakan suatu realitas dalam kehidupan, yang dapat dimengerti sebagai suatu wujud dalam perilaku manusia, sebagai suatu pengetahuan, dan sebagai suatu ide. Suatu perilaku, pengetahuan, atau ide dikatakan benar apabila mengandung kebaikan, berguna, dan bermanfaat bagi manusia untuk penyesuaian diri dalam kehidupan pada suatu lingkungan tertentu.

2.5  Pendidikan
a. Konsep Pendidikan
          Tidak bisa disangka lagi bahwa pragmatisme telah memberikan suatu sumbangan yang sangat besar terhadap teori pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme.
Menurut Dewey, terdapat 2 teori pendidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidilan akan menentukan segalanya. Dalam arti, pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar, dimana mata pelajaran telaj ditentukan menurut kemamuan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja. Pandangan tersebut dikemukakan oleh Dewey (1964:69) sebgai berikut :
          It is rather formation of mind by setting up certain asso-ciations or connection of content by means of a subject matter presented from without. Education proceeds by intructions taken a strictly liberal sense, a building into the mind from without”
Unfolding theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dnegan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, dimana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang pernah dikemukakan oleh Dewey (1964:56), “development is conceived not as continuous growing, but as unfolding of latent powers toward a definite gool. The gool is conceived of as completion, perfection”.
          Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan latent dengan sendirinya (unfolding). Pendidikan menurut pragmatisme merupakan suatu proses preorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamnnya. Dalam hal ini John Dewey (1994:76) menegemukakan :
“The idea of growth resoult in conception that education is a constant reorganising or reconstructing of experience. It has all the time an immediately and, the direct transformation of the quality of experience”. Pengalamn-pengalam tersebut bukan terdiri atas materi intern maupun materi yang diungkapkan, melainkan materi yang berasal dari aktivitas yang asli dari lingkungan.
          Selanjutnya John Dewey mengemukakan perlunya atu pentingnya pendidikan, karena berdasarkan atas 3 pokok pemikiran, yaitu :
a. Pendidikan meupakan kebutuhan untuk hidup,
b. Pendidikan sebagai pertumbuhan, dan
c. Pendidikan sebagai fungsi sosial.

2.6 Pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup
          Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, karena adanya anggapan bahwa pendidikan selain sebagai alat, pendidikan juga berfungsi sebagai pembaharuan hidup, “a renewal of life” hidup itu selalu berubah, selalu menuju pada pembaharuan. Hidup berjuang mempergunakan tenaga lingkungan utnuk kebutuhan hidup. Menurut Dewey (1964) hidup itu adalah “a self renewing process tought action upon environment”.
          Dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Setiap individu dalam masyarakat bisa hancur, namun proses hidup akan berlangsung terus karena adanya proses reproduksi atau kelahiran (ini sesuai dengan pandangan bahwa manusia sebagai hasil evolusi fisik, biologis, sosial , seperti telah diuraikan terdahulu). Adanya kelangsungan hidup tersebut karena adanya readaptasi. Apa yang dikatakan hidup, sebenarnya merupakan keseluruhan tingkatan pengalaman individu dengan kelompok.
          Kehidupoan masyarakat tumbuh melalui proses transmisi, seperti kehidupan biologis. Transmisi berlangsung melalui alat perantara atau alat komunikasi dalam kebiasaan bertindak, berpikir, dan merasakan, dari yang lebih tua pada yang lebih muda. Tanpa komukasi antar yang tua dengan yang muda, kebudayaan tidak mungkin akan berlangsung terus. Maka, untuk kelangsungan hidup diperlukan suatu usahan untuk mendidik anggota masyarakat, yaitu mereka akan meneruskan usah pemenuhan kebutuhan tersebut sebagai minat pribadi (personal interest). Perlu diketahui bahwa renewal of life (pembahatuan hidup) tersebut tidak berlangsung secara otomatis, melainkan banyak tergantung pada teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan perwujudan moral kemanusiaan. untuk itulah semuanya membutuhkan pendidikan.

2.5 Pendidikan sebagai pertumbuhan
          Menurut Dewey, pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus untuk mencapai suatu hasil selanjutnya. Pertumbuhan itu terjadi karena kebelum matangan. Di dalam kebelum matangan itu si anak memiliki kapasitas pertumbuhan potensi, yaitu kapasitas yang dapat tumbuh menjadi sesuatu yang berlainan, karena pengaruh yang datang dari luar. Ciri dari kebelum matangan adalah adanya ketergantungan dan plastisitas si anak. Kalau diterapkan pada pendidikan bahwa kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau ketergantungan terhadap orang lain dan plastisitas yang dimiliki si anak.
          Ketergantungan tidak dimaksudkan sebagai suatu pribadi yang selalu harus mendapatkan pertolongan, melainkan harus dilihat sebagai pertumbuhan yang didorong oleh kemampuan yang tersembunyi, yang belom diolah. Pengetian fisik yang lemah harus diartikan sebagai suatu kebelum mampuan dalam meniru lingkungan.
          Yang dimaksud plastisitas adalah kemampuan belajar dari pengalaman, yang merupakan pembentukan kebiasan. Kebiasaan yang mengambil “habituation”, yaitu keseimbangan dan kebutuhan yang ada pada aktifitas organisme dengan lingkungan dan kapasitas yang aktif untuk mengadakan penyesuain kembali, agar dapat mencapai suatu kondisi baru. Habituatin mencakup latar belakang pertumbuhan, dimana aktifitas aktif menentukan pertumbuhannya. Kebiasaan aktif melibatkan pikiran, inisiatif, dan hasil untuk melaksanakan atau mencapai tujuan-tujuan baru. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri, pertumbuhan itu sendiri.

2.6 Pendidikan sebagai fungsi sosial
          Menurut Dewey, kelangsungan hidup terjadi karena self renewal. Kelangsungan self renewal ini pun terjadi karena pertumbuhan, karena pendidikan yang diberikan kepada anak-anak dan para pemuda di masyarakat. Masyarakat meneruskan, menyelamatkan sumber dan cita-cita masyarakat. Dalam hal ini, lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan “a procces of leading and bringing up” (Dewey,1964). Pendidikan merupakan suatu cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing anak yang masih belum matang menurut bentuk susunan sosial sendiri.
          Kehidupan anak yang belum matang, selalu berinteraksi dengan lingkungan, tidak ada suatu tindakan yang tidak berhubungan dengan lingkungan, selalu berhubungan dengan yang lainnya. Dewey (1964) mengemukakan: “ what he does and what he do depend upon the expectations, demand, approval, and condemnations of others”. Orang yang berada dalam situasi tersebut, adalah orang yang berada dalam situasi dan lingkungan sosial.
          Dalam hubungan sekolah sebagai fungsi sosial, Dewey (1964 : 22) mengemukakan:
           “three of the more important fungsion of this special environment are : simplifying and or the ring the factor of the disposition it is wished to develop ; creating a wider and better balanced environment  than that by which the young would be likely, if to themselves, to be influenced”.
          Sekolah sebagai alat transmisi, merupakan suatu lingkungan khusus yang memiliki tiga funfsi, yaitu:
a)     Menyederhanakan dan menertibkan faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang.
b)    Memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada.
c)     Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi  milik mereka untuk dikembangkan

2.7 Tujuan Pendidikan

          untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pendidikan pragmatisme, tidak terlepas dari pandangan tentang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai. Seperti telah dikemukakan, bahwa realitas merupakan interaksi manusia dengan lingkungannya. Dunia akan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi dari realitas, dan harus siap mengubah cara-cara yang akan kita kerjakan. Mengenai kebenaran, pada prinsipnya kebenaran itu tidak mutlak, tidak berlaku umum, tidak tetap, tidak berdiri sendiri, dan tidak terlepas dari akal yang mengenal. Yang ada hanya kebenaran khusus, yang setiap saat dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Sedangkan mengenai nilai, pragmatisme menganggap bahwa nilai itu relatif. Kaidah-kaidah moral dan etika tidak tetap, melainkan terus berubah seperti perubahan kebudayaan dan masyarakat.
          Dari uraian di atas, dapat ditafsirkan apa dan bagaimana tujuan pendidikan serta bagaimana pelaksanaan pendidikan diorganisasikan. Objektivitas tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana si anak hidup, di mana pendidikan berlangsung, karena pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Tujuan pendidikan tidak hanya berada di luar kehidupan, melainkan berada di dalam kehidupan sendiri. Seperti telah diuraikan, bahwa esensi realitas adalah perubahan, tidak ada kebenaran mutlak, serta nilai itu relatif, maka berkaitan dengan tujuan pendidikan, menurut pragmatisme tidak ada tujuan umum yang berlaku secara universal, tidak ada tujuan yang tetap dan pasti. Yang ada hanyalah tujuan khusus belaka, tidak ada tujuan yang berlaku umum yang universal. Jadi, tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan pada semua masyarakat, kecuali apabila terdapat hubungan timbal balik antara masing-masing individu dalam masyarakat tersebut.
          Walaupun pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan, namun Dewey (1964 : 94) mengemukakan beberapa kriteria dalam menentukan tujuan pendidikan, yaitu :
(1) The aims set up must be out growth of existing conditions, it must based upon a consideration of what is alredy going on, upon the resources
(2) We have spoken as if aims could be completely formed prior to the attempt to realize them
(3) The aims must always represent a freeing of activities.

Jadi, tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di sekeliling anak pendidik, harus fleksibel, dan mencerminkan aktivitas bebas. Tujuan pendidikan, menurut pragmatisme, bersifat temporer, karena tujuan itu merupakan alat untuk bertindak. Apabila suatu tujuan telah tercapai, maka hasil tujuan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan beriikutnya. Dengann tujuan pendidikan, individu-individu harus mampu melanjutkan pendidikannya. Hasil belajar harrus dapat dijadikan alat untuk tumbuh. Sebagaiman dikemukakan oleh Dewey (1964 : 100) : “for it assumed that the aim of education is to enable individuals to continue their education or the object and reward of learning is capacity for growing”.

        Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah :
1.     Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan intrinsik anak didik.
2.     Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung.
3.     Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan tujuan akhir.
Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik, yaitu kehidupan seperti digambarkan oleh Kingsley Price (1962 : 476) : “the best life of individuals is the life of intellegence- of freedom and control over one`s own experience, and the best sosiety is the democratic-one in which there is no enduring class stratifications”.
Kehidupan yang baik dpat dimiliki, baik oleh individu maupun oleh masyarakat. Kehidupan yang baik merupakan suatu pertumbuhan maksimum, dan hanya dapat diukur oleh mereka yang memiliki intelegensi (kecerdasan) yang baik. Perbuatan yang entelegen (cerdas) merupakan jaminan terbaik untuk melangsungkan pertumbuhan, merupakan jaminan terbaik untuk moral yang baik.
Pada hakikatnya masyarakat adalah terbaik, namun masyarakat yang demokratis merupakan masyarakat terbaik, di mana terdapat kesempatan untuk setiap pekerjaan, dan dalam demokrasi tidak mengenal adanya statifikasi sosial. Kesamaan kesempatan merupakan jaminan bahwa settiap orng akan dapat mengambil bagian dalam melaksanakan segala aktivitaas lembaga yang ia masuki. Penggunaan intelegensi secara maksimal, berarti memberi kesempatan suatu pertumbuhan kepada individu secara maksimal
2.8 Kurikulum
          Menurut pragmatisme, pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendididkan dalam setiap fase atau tingkatan harus memiliki criteria untuk memanfaatkan kehidupan masyarakat.
          Bahan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendididkan, adalah bahwa bahan pelajaran terdiri dari atas seperangkat tindakan untuk memberi isi pada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu. Dewey tidak menyetujui pada bahan pelajaran yang telah disampaikan terlebih dahulu. Di sekolah lama terdapat tujuan pendididkan untuk kepentingan masyarakat, namun bahan yang diberikan guru terlalu tinggi, karena diambilkan dari masyarakat dewasa, yang berarti materi tersebut telah disampaikan dan dipaksa kepada anak untuk diterima. Sekolah yang baik adalah yang memperhatikan dengan sungguh-sungguh semua jenis belajar dan bahan paleajaran yang membantu murid pemuda dan orang dewasa untuk berkembang.
          Karena realitas yang dihasilkan dari interaksi manusia dengan linnngkungannya, maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia hidup. Sekolah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan, seperti dikemukakan oleh Bode (1940;247) : ”Hence the school is designed as a special mode to order environment, so deviced or organized waht the activites which are carried on it will do that the life outside does not it”. Sekolah merupakan cara khusus untuk mengatur lingkungan, direncanakan, dan di organisasi. Di sekolah, anak belajar apa yanga ada pada kehidupan. Sekolah harus merupakan tempat di mana kehidupan berlangsung. Denagn sekolah kita dapat meolong anak dalam menciptakan kehidupan yang baik, dan sekolah tidak dipisahkan dengan kehidupan. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk suatu kehidupan. Materi pelajaran harus berhubungan langsung dengan masalah yang dihadapi anak, dan masyarakat diperhatikan untuk memecahkan masalah.
          Kurikulum yang baik adalah seperti fungsi laboratorium, yaitu selalu sebagai kontinuitas eksperimen, dan semua pelakunya adalah guru bersama murid-muridnya, yang beberapa aspek melakukan fungsi ilmuwan. Kurikulum harus terhindar dari kekakuan, standard yang mekanis, dan penyelesaian-penyelesaian secara tradisional. Kurikulum yang dibutuhkan ialah yang mendorong perkembangan pribadi anak, yang meliputi perkembangan minat, berpikir, dan berkemampuan praktis.
          Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya. Pengetahuan dihasilkan dengan transaksi antara manusia dengan lingkungannya, dan kebenaran adalah termasuk pengetahuan. Dalam situasi belajar, guru seyogyanya menyusun situasi-situasi belajar sekitar masalah utama yang dihadapi masyarakat, yang pemecahannya diserahkan pada siswa-siswa untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan sosial maupun lingkungan fisik.

2.9 Metode
          Dalam menentukian kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman sekolah dan diluar sekolah harus dipadukan, sehingga segalanya merupakan suatu kebetulan atau kesatuan. Carannya yaitu dengan mengambil suatu masalah menjadi pusat segala kegiatan. Masalah yang menjadi pusat kegiatan sebaiknya adalah hal-hal yang menarik perhatian anak, harus sesuai dengan minat anak. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam pelajaran proyek. Metode tersebut dilakukan dalam proses belajar mengajar, Dewey (Price, 1962 : 466) mengemukakan sebagai berikut :
          “ The metode education, Dewey argues, ought to be one of disciplin, but not outhority. Authority is precisely the process of applying pressure to compel tehe child to achieve. What be neither desires not foresees percistent effort to learen, and it cannot occur unless the student has a desire of, and anticipation of thing to be learn”.
Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adlah metode disiplin, dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupaka suatu kekuatn yang datang dari luar, dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan benar secara objektif, dan si anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Kekuasaan tidak sesuai dengan kemauan dan minat anak, serta gurulah yang menentukan segala-galanya. Guru memaksakan bahan pelajaran kepada anak, dan guru pulalaah yang berpikir untuk anak. Dengan cara demikian tidak mungkin anak memiliki perhatian yang spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran.
Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dari antisipasi terhadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak mengetahiunya. Disiplin itu memang muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama. Dalam usaha belajar tersebut dibutuhkan suatu kerja sama dengan yang lainnya. Anak dalam kelas harus merupakan suatu kelompok yang merasakan bersama terhadap   
Suatu masalah, dan mereka secara bersama bekjerja secara sama-sama dalam memecahkan masalah-masalah tersebut.
Guru disekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan seta pengamat tingkah laku anak, untuk mengetahui apakah yang menjadi minat perhatian anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Yang harus dikerjakan guru dalam hal disiplin adalah :
“First all compulsion should be award… secondly, the teacher ought to do whatever is necessary to make a student feel a problem in not knowing the subjek matter at hand. Thirdly, in order to arous interest, the teacher ought familiarize himself throughly with capacities and interest, of each student. Fourthly, the teacher ought to creat a situation in the classroom in which every person present, including himself, cooperates with the others in the process of learning” (Kingley Price, 1962 : 467)

Dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang harus diperhatikan, terutama dalam meghadapi siswa di kelas, yaitu :
1)    Guru tidak boleh memaksakan suatu idea tau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
2)    Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu amasalah yang ia hadapi, sehingga timbullah minat untuk memecahkan masalah tersebut.
3)    Untuk membangkitkan minat anak, hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa.
4)    Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, anatara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula anatara guru dengan guru.
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilisator, member dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangundan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya, agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur, dan akhirnya dpat berpikir ilmiah dan logis, yaitu cara berpikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.
Power ()1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatism terhadap pelaksanaan p[endidikan sebagai berikut :
1)    Tujuan pendidikan
Member pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup social dan pribadi.
2)    Kedudukan siswa
Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3)    Kurikulum
Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dpat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan.
4)    Metode
Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja)
5)    Peran guru
Mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.






Kesimpulan

 Pragmatisme dipandang sebagai filsafat amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatisme di amerika adalah Charles Sandre Peirce (1839-1914), William James (1842-1910), dan Jhon Dewey (1859-1952). Ketiga filosof tersebut berbeda, baik dalam metologi maupun dalam kesimpulannya. Pragmatisme Peirce dilandasi oleh fisika dan matematika, filsafat Dewey dilandasi oleh sains-sains sosial dan biologi, sedangkan pragmatisme James adalah Personal, psikologis, dan bahkan mungkin religius.
Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “Pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksundya bahwa makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar